Oleh : Salsabila Hanifah S.
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang
Email : [email protected]
Penampilan fisik merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh remaja di era sekarang. Tubuh langsing, kulit putih, hidung mancung, dan wajah bersih tanpa jerawat adalah salah satu bentuk tubuh ideal yang didambakan remaja Indonesia.
Mengapa remaja Indonesia? Karena ternyata standar kecantikan di berbagai negara berbeda-beda. Di Asia misalnya, standar kecantikan adalah kekita remaja memiliki kulit berwarna putih. Hal ini sangat berkebalikan dengan remaja Amerika yang justru menstandarkan kecantikan dengan kulit berwarna gelap hingga mereka rela berjemur dibawah matahari. Bahkan, suku Karo di Ethiopia menstandarkan kecantikan dengan banyaknya goresan di tubuh. Hal ini seharusnya membuat kita sadar bahwa standar kecantikan yang sebenarnya itu tidak ada. Kita sendirilah yang membuat standar itu tercipta.
Media juga memberikan pengaruh dalam pembentukan standar kecantikan. Produk kecantikan memberikan asumsi mengenai definisi kecantikan yang terus diulang hingga menciptakan standar kecantikan tersendiri. Misalnya, di Indonesia banyak ditemukan produk kecantikan untuk memutihkan warna kulit. Iklan produk pemutih yang terus diulang membuat masyarakat secara tidak sadar mendefinisikan bahwa kecantikan itu ketika memiliki kulit berwarna putih.
Standar kecantikan ini membuat banyak wanita tidak percaya diri akan penampilan fisiknya. Hal ini ternyata berakibat buruk dalam kehidupan remaja di era sekarang, bahkan beberapa kasus membuat pelaku menyakiti dirinya sendiri. Misalnya, mengenai standar kurus di masyarakat Indonesia yang membuat remaja melakukan berbagai diet demi mencapai tubuh ideal yang mereka dambakan. Sebenarnya hal tersebut sah-sah saja. Namun di beberapa kasus, diet terlalu ketat membuat penyakit serius seperti Bulimia Nervosa. Bulimia Nervosa merupakan gangguan pola makan yang ditandai dengan kecenderungan untuk memuntahkan kembali makanan yang telah dimakannya secara terus-menerus (Krisnani, Santoso, & Putri, 2017). Penyakit ini termasuk suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri yang sangat berbahaya bahkan dapat merenggut nyawa seseorang.
Standar kecantikan juga membuat seseorang mendapat komentar dari masyarakat apabila ia tidak bisa memenuhi standar yang ada. Hal ini sering disebut sebagai body shaming. Pengertian lebih tepat mengenai body shaming adalah perilaku mengkritik atau mengomentari bentuk, ukuran, atau penampilan fisik orang lain dengan cara yang negatif (Chaplin, 2005 dalam Rachmah & Baharuddin, 2019). Di era saat ini body shaming juga dilakukan secara tidak langsung melalui media sosial, misalnya ketika seseorang berkomentar pedas di postingan orang lain mengenai kekurangan yang ada ditubuhnya. Secara tidak sadar hal tersebut akan berpengaruh pada kesehatan mental seseorang.
Ternyata efek buruk dari standar kecantikan yang berlaku di masyarakat ini sangat banyak dan tentu saja dapat menyebabkan seseorang menjadi insecure terhadap dirinya sendiri. Insecure adalah rasa tidak aman, atau rasa takut yang disebabkan oleh ketidakpuasan dan ketidakyakinan akan kapasitas diri sendiri (Mu’awwanah, 2017).
Lalu bagaimana sebenarnya cara mengatasi rasa insecure ini? Tips dari penulis untuk mengatasi rasa insecure terhadap penampilan fisik bisa dilakukan dengan cara berikut.
1. Mengenali diri sendiri
Sadar atau tidak masih banyak remaja di era sekarang yang belum mengenali siapa dirinya. Padahal dengan mengenali diri sendiri, kita akan mengetahui kekurangan dan kelebihan diri. Mengenali diri sendiri dapat dimulai dengan mengevaluasi perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Setelah mengevaluasi perilaku, selanjutnya akan menemukan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri. Kekurangan dan kelebihan yang dimaksud disini tidak hanya berupa fisik namun juga perilaku atau berbagai potensi yang ada dalam diri. Bisa juga dengan meminta pendapat orang lain mengenai siapa diri kita. Hal tersebut akan membantu kita untuk menetahui hal-hal yang tersembunyi dalam diri.
2. Menerima diri sendiri
Menerimaan diri sendiri adalah level selanjutnya setelah mengenali siapa diri kita. Dengan menerima diri sendiri, kita akan lebih merasa nyaman dengan diri sendiri termasuk penampilan fisik yang kita miliki. Rasa nyaman menjadi diri sendiri juga akan membuat kita mengabaikan komentar buruk orang lain. Kita juga akan lebih fokus pada pengembangan diri yang dapat berupa memperbaiki kekurangan atau mengembangkan kelebihan. Keduanya sama-sama baik. Namun menurut penulis, mengembangkan kelebihan lebih bijak untuk dilakukan. Jadi jika penampilan fisik kita kurang menarik tapi kita pandai dalam mendongeng, kita bisa mengasah kelebihan kita dalam mendongeng itu untuk menarik orang lain. Seperti sebuah pepatah, dimana kita akan mengasah bagian pisau yang tajam bukan yang tumpul.
3. Bersyukur
Bersyukur juga menjadi salah satu cara agar tidak insecure dengan penampilan fisik kita. Melatih rasa syukur bisa dilakukan dengan melihat orang-orang yang berada dibawah kita. Banyak sekali orang yang tidak dikaruniai kesempurnaan fisik seperti kita, mungkin buta, pincang, atau bibir sumbing. Selain itu, banyak juga di luar sana yang bahkan tidak sempat memikirkan penampilan fisik karena untuk makan esok hari saja mereka tidak tahu. Hal-hal tersebut seharusnya dapat membuat kita lebih bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita. Bersyukur dapat membuat seseorang menikmati hidupnya secara positif serta dapat menunjang rasa penghargaan siri (self esteem) dan kebergunaan diri (self worth) (Lyubomirsky, 2007 dalam Arief & Habibah, 2015).
4. Pikirkan apa yang dapat kita kendalikan
Prinsip ini sebenarnya dapat kita lakukan di berbagai aspek kehidupan. Memikirkan apa yang bisa kita kendalikan dan mengabaikan hal-hal diluar kendali membuat kita lebih efisien dalam hidup. Misalnya ketika lingkungan terus-menerus mengomentari kekurangan fisik kita. Kita mungkin tidak bisa mengendalikan omongan mereka, namun kita bisa mengendalikan lingkungan kita. Kita dapat mencari lingkungan baru yang dapat menerima kita apa adanya. Hal ini akan membuat kita lebih nyaman dan tidak terbebankankan oleh sesuatu diluar kendali kita.
Begitu sedikit tips dari penulis. Semoga dapat membantu memberi solusi atas permasalahan ini. Sebenarnya wajar-wajar saja bila kita sangat memperhatikan penampilan fisik, mengingat penampilan juga merupakan hal yang penting. Namun jangan sampai kita hanya terfokuskan pada penampilan fisik hingga melupakan hal-hal besar lain yang seharusnya bisa lebih kita kembangkan.
Sumber Pustaka:
Arief, M. F., Habibah, N. (2015). Pengaruh Strategi Aktivitas (Bersyukur dan Optimis) terhadap Peningkatan Kebahagiaan pada Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Seminar Psikologi & Kemanusiaan, 198-205.
Krisnani, H., Santoso, M. B., Putri, D. (2017). Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa pada Remaja. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 390-447.
Mu’awwanah, U. (2017). Perilaku Insecure pada Anaka Usia Dini. As-Sibyan, 47-58.
Rachmah, E. N. (2019). Faktor Pembentuk Perilaku Body Shaming di Media Sosial. Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Psikologi Sosial (hal. 66-73). Surabaya: Fakultas Pendidikan Psikologi.